Tongkonan
adalah rumah adat suku Toraja. Lucu ya namanya, tongkonan. Sekilas terdengar
seperti tempat untuk duduk dan menonton sesuatu.
Tongkonan selalu menghadap ke utara.
Apa
itu Tongkonan?
Berdasarkan asal katanya, “tongkon,” artinya memang menduduki atau tempat
duduk. Tapi sama sekali tidak ada hubungannya dengan menonton hehehe. Tongkonan
dikatakan sebagai tempat duduk karena merupakan tempat berkumpulnya para kaum
bangsawan Toraja. Mereka biasanya duduk dalam tongkonan untuk berdiskusi
mengenai masalah-masalah adat.
Bentuk
tongkonan amat unik. Kedua ujung atapnya runcing ke atas mengingatkan kita pada
rumah gadang dari Sumatera Barat. Ada yang mengatakan bentuknya seperti perahu
dengan buritan tapi ada pula yang menyamakannya dengan tanduk kerbau.
Satu
hal yang pasti, semua tongkonan Toraja mengarah ke utara. Arah tongkonan serta
ujung atap yang runcing ke atas melambangkan bahwa mereka berasal dari leluhur
yang datang dari utara. Ketika nanti mereka meninggal pun, mereka akan
berkumpul bersama arwah leluhurnya di utara.
Selain
bentuknya yang unik, tradisi tongkonan juga menarik lho. Menurut kisah
setempat, tongkonan pertama dibangun oleh Puang Matua atau sang pencipta di
surga. Dulu hanya bangsawan yang berhak membangun tongkonan. Selain itu, rumah
adat tongkonan tidak dapat dimiliki secara individu tapi diwariskan secara
turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Toraja.
Macam-macam
Tongkonan
Tongkonan juga diberi nama berdasarkan letak atau posisi tongkonan itu sendiri
seperti contohnya Tongkonan Belo Langi yang berarti tongkonan tempat tertinggi.
Nama tongkonan juga berdasarkan nama daerah seperti Tongkonan Garampa.
Pola
hias, posisi atau letak tangga dan pintu, serta banyaknya ruangan juga memiliki
arti secara sosial, ekonomi, dan religius magis. Contohnya saja, semakin banyak
ruangan dalam tongkonan artinya semakin tinggi kedudukan tongkonan tersebut.
Atapnya seperti bentuk perahu.
Tongkonan
dibagi ke dalam tiga macam berdasarkan kelas sosial, yaitu:
1.
Tongkonan Layuk.
Tongkonan ini dibangun untuk orang berkuasa dan sebagai pusat pemerintahan.
Ciri-ciri tongkonan ini adalah ukiran seperti hewan dan tumbuhan di dinding
rumah. Selain itu ada pula hiasan kepala kerbau dan deretan tanduk kerbau.
Kepala dan tanduk kerbau adalah penanda kemakmuran serta hidup berkelimpahan.
2.
Tongkonan Pekamberan.
Ini tongkonan bagi keluarga yang dipandang hebat dalam adat. Ciri tongkonan ini
sama dengan tongkonan layuk.
3.
Tongkonan Batu.
Jenis ketiga ini adalah rumah bagi keluarga biasa. Tongkonan ini disebut banua
oleh masyarakat setempat. Selain minim ukiran, banua juga tidak punya hiasan
sehingga lebih mirip pondok bambu.
Membangun
Tongkonan
Untuk mendirikan tongkonan, diperlukan waktu tiga bulan dengan sepuluh pekerja.
Untuk mengecat dan dekorasi perlu tambahan satu bulan lagi. Waktunya lama
karena seperti penjelasan Nesi di atas, setiap bagian tongkonan melambangkan
adat dan tradisi masyarakat Toraja. Jadi tidak bisa sembarangan.
Bayangkan
saja, konstruksi rumah adat Tongkonan terbuat dari kayu tanpa menggunakan unsur
logam seperti paku sama sekali. Belum lagi ornamen rumah berupa tanduk kerbau
serta empat warna dasar: hitam, merah, kuning, dan putih. Empat warna tersebut
mewakili kepercayaan asli Toraja yaitu Aluk To Dolo.
Perhatikan ornamen tanduk & kepala kerbau, serta
warna hitam merahnya.
Tiap
warna harus digunakan dengan tepat karena melambangkan hal-hal yang berbeda.
Hitam melambangkan kematian dan kegelapan, kuning adalah simbol anugerah dan
kekuasaan ilahi. Warna merah adalah warna darah yang melambangkan kehidupan
manusia. Sedangkan putih adalah warna daging dan tulang yang artinya suci.
Ornamen
tanduk kerbau yang ada di depan tongkonan melambangkan kemampuan ekonomi satu
keluarga. Setiap upacara adat di Toraja, terutama upacara pemakaman,
menggunakan kerbau yang sangat banyak. Tanduk kemudian dipasang pada tongkonan
milik keluarga mereka. Semakin banyak tanduk yang terpasang di tongkonan,
semakin tinggi pula status sosial keluarga pemilik tongkonan tersebut.
( Doc : Kidnesia.com)